HarianMetro.co, POHUWATO – Warga Kecamatan Popayato kini terjerat ancaman krisis air bersih yang mengkhawatirkan. Sumber utama air bersih yang berasal dari Desa Marisa, Kecamatan Popayato Timur, tercemar parah akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang semakin menggila.
Ironisnya, warga menuding Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD Pohuwato membiarkan persoalan ini berlarut-larut tanpa tindakan tegas.
Kondisi ini memuncak setelah dua Instalasi Pengolahan Air (IPA) milik Perumdam Tirta Moolango terdampak serius. Pegawai PDAM bahkan menyebut kualitas air yang masuk ke bak reservoir mereka kini lebih mirip lumpur ketimbang air.
“Kondisi sumber air di Desa Marisa sangat memprihatinkan. Aktivitas tambang yang menggunakan alat berat merusak sungai secara brutal. Bahan kimia pengolahan air kami sudah tidak mampu lagi mengatasi lumpur yang masuk. Air sudah tidak layak dikonsumsi,” ujar seorang pegawai PDAM, pada Jumat (29/11/2024).
IPA di Popayato Induk menjadi titik paling parah. Air yang berasal langsung dari Sungai Popayato tidak bisa lagi diolah. Desa-desa seperti Bunto, Maleo, Popayato, Telaga, dan Telaga Biru kini bergantung pada pasokan air yang praktis dan mustahil dipenuhi.
Situasi ini semakin diperparah dengan kurangnya langkah konkret dari pihak berwenang. Masyarakat merasa diabaikan meski pelanggan PDAM sudah mengeluhkan hal ini berkali-kali.
“Sudah sering kami laporkan ke Pemda dan DPRD. Ketika mereka turun, alat berat berhenti bekerja, tapi setelah mereka pergi, aktivitas tambang jalan lagi seperti tidak ada apa-apa. Ini jelas permainan,” ujar pegawai PDAM lainnya dengan nada geram.
Menanggapi situasi ini, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur PDAM telah memutuskan untuk menghentikan sementara distribusi air guna mencegah kerusakan alat serta resiko kesehatan masyarakat. Namun, langkah ini justru memicu frustrasi lebih besar di kalangan warga yang merasa dibiarkan tanpa solusi.
“Pada akhirnya, masyarakat menyalahkan PDAM. Mereka tidak peduli sumber masalahnya adalah tambang liar. Tapi, lebih parah lagi, pemerintah, DPRD, bahkan aparat penegak hukum diam saja. Mereka hanya akan bertindak jika sudah ada korban jiwa. Ini keterlaluan!” tegasnya.
Warga kini hanya bisa berharap keajaiban di tengah krisis yang semakin mencekik. Sementara itu, aktivitas tambang liar terus menggerus sumber kehidupan mereka, mempertegas ironi bagaimana harta di perut bumi bisa menjadi kutukan di atas permukaan.
Pewarta: //Mldi